Senin, 25 September 2017

Saat Gadis Urban Jatuh Kesandung

Ini adalah cerita tentang seorang gadis yang kelamaan hidup di kota. Mulai dari lahir, gede, cari nafkah, di PHP-in, semua dia alami di Ibu kota. Seorang gadis yang lebih siap menghadapi kemacetan berjam-jam ketimbang mati lampu dua menit.

Gadis ini kalo diajak pergi ke gunung bakal capek, diajak ke pantai bakal tenggelem. Meski pake pelampung dan dipegang dua laki-laki badan gede, ngintip ke bawah laut dikit juga pingsan. Kalo ditanya kenapa? Si Gadis ini cuma jawab selow, “Gue gak cocok aja ama aer, soalnya elemen utama gue itu api.” (mohon maklum, gadis ini kebanyakan nonton Avatar Ang di waktu luang).

Suatu ketika, gadis ini memutuskan untuk pulang kerja menuju unitnya yang ada di kawasan Matraman dengan menggunakan transjakarta. Alasannya; lebih murah dan tidak perlu kuatir kena asap knalpot beracun yang bisa menambah jerawat di wajahnya. Iya, dia ga peduli ama paru-paru, pedulinya ama pori-pori. Cetek emang anaknya.

Berhubung memutuskan pulang dengan transportasi bersubsidi, ramainya antrian pun menjadi konsekuensi. Setelah bersusah payah naik jembatan busway yang polanya menanjak dan memutar, si gadis ini kudu antri panjang supaya dapat diangkut menuju tujuan.

Di antrian, si gadis tadinya anteng-anteng aja. Sampai tiba-tiba busway yang kebetulan arahnya langsung menuju lokasi kediamannya yakni Senayan – TU Gas nongol di pintu halte. Sang kondektur dan petugas pun memberi aba-aba yang punya tujuan kebetulan searah ama itu bis berwarna biru dipersilakan untuk keluar antrian.
“Ya..TUGAS, MATRAMAN, Pulo Gadung, yang mao naek Pak..Bu,” kata Mas Kondektur.

Si gadis pun keluar barisan sambil berpikir, “Ya Alloh, tumben ada cepet ini bis. Alhamdulillah bisa pulang cepat. Habis itu bisa nonton drama korea sambil nunggu bobo,” pikirnya polos.

Pas si gadis keluar barisan, ternyata di belakangnya ada barisan emak-emak yang tak disangka ingin menaiki bis serupa. Seperti tak sabar, emak-emak busway yang semula dipikir oleh si gadis tidak segahar mak-mak commuter line mulai mendorong-dorong dirinya. “Ya ampun, aku dianggap pintu indomaret kali ya didorong-dorong begini,” pikir si gadis lagi.

Berusaha sabar, si gadis pun larut dalam ombak dorong-dorongan emak-emak yang sulit diperkirakan jumlahnya. Pas si gadis mencoba lari-lari kecil di turunan jembatan untuk mengejar busway...di ruas jembatan yang tak seberapa---di antrian agak depan dekat loket pintu busway, tiba-tiba ada bapak-bapak yang tanpa bersalah ngeluarin kakinya dari barisan, seakan ingin stretching di jembatan...tapi offside. Monyed bener.

Si gadis yang ingin menghindari kaki si lelaki berniat mengelak ke kanan, tapi dia lupa badannya lebar dan di kanan ada pagar-pagar jembatan dan emak-emak di belakang masih dorong-dorongan. “Monyeth...nyusruk dah nih gw,” prediksi si gadis yang sangat tepat beberapa detik kemudian. Nyusruk lah itu si gadis di jembatan busway dengan kaki kanan kepentok dan nyangkut di sela-sela pagar.

Pas si gadis jatuh, pandangan si gadis tetap tertuju ke pintu busway yang hampir tertutup dan seakan mengiba “Bang...jangan pergi gitu aja, Bang!”. Tapi apa daya, busway tak bisa lama menunggu, Mas Kondektur pun meninggalkan si gadis yang sedang terpuruk dengan hanya menatap nanar.

“Sial aku ditinggal busway,” umpat si gadis yang menyesalnya kayak ditinggal pacar. Padahal gak punya juga.

Gak lama, si Bapak yang kakinya offside itu menghampiri si gadis yang ga sadar masih duduk terjatuh. “Mbak gak apa-apa, Mbak? Bisa bangun gak?”

Tadinya si gadis mau sok tegar dan kuat kayak atlet angkat besi, tapi pas mao berdiri ternyata gak sanggup. Inilah cidera terbesar yang pernah dialami si gadis urban sepanjang hidupnya, nyusruk di jembatan busway. Gadis urban lalu menjadi gadis pengkor.

Penampakan kaki gadis urban setelah kesandung. Tubuh sudah bengkak, kini ditambah kaki ikut bengkak