Rabu, 26 Desember 2012

The Hobbit , Kisah Si Paman Pembawa Cincin





"Tapi, perjalanan yang aku lalui berbeda denganmu. Bilbo," kata Frodo.




Ya, Frodo bahkan telah mengingatkan para pecinta Trilogi Film Lord of The Ring bahwa kisah petualangannya berbeda dengan Sang Paman.
Padahal saat itu Frodo baru menempuh 1/sekian puluh dari total perjalanannya. Di Rivendell, setelah lepas dari maut. Ia sadar petualangannya lebih gelap dibanding kisah petualangan masa muda Sang Paman, Bilbo.

Sama-sama berpetualang, tapi ada yang beda. Nuansa petualangan dan rasanya.

Meski kisahnya ditulis oleh penulis yang sama, bahkan disutradarai dengan sutradara yang itu juga. Rasanya tetap beda, sebab ini soal Bilbo. Bukan Frodo.

Diterbitkan pada 1937, JRR Tolkien memang berniat menceritakan soal makhluk Hobbit habis dalam satu buku saja. Tapi karena desakan sang penerbit dan juga para pembaca yang meminta lagi cerita soal Hobbit, akhirnya lahirlah Trilogi Lord Of The Ring dan The Hobbit ujug-ujug menjadi semacam prequel atau latar lahirnya kisah yang sangat legendaris itu.

Demi menjadi semacam prequel, buku The Hobbit inipun mengalami perubahan. Sebenarnya malah hanya satu perubahan, yaitu bab ketika Bilbo bermain teka-teki dengan Gollum. Di versi pertama, Bilbo memenangkan permainan dan Gollum menepati janjinya mengantar Bilbo sampai keluar. Kalau tak salah, Bilbo malah mengembalikan cincin kesayangan Gollum sebelum meninggalkannya.

Pasa 1951, bagian ini diubah. Bilbo dikarang menjadi pencuri untuk menambah kesan gelapnya si Cincin milik Sauron. Tapi untuk mendukung proses ini, jaga-jaga buku versi pertama terus beredar, dalam buku LOTR juga dijelaskan cerita kemenangan Bilbo melawan Gollum secara 'fair' adalah rekayasa Bilbo semata.

Bilbo ada lebih dulu, sayangnya Frodo yang diciptakan belakangan malah duluan dipopulerkan. Sehingga, tidak sedikit mereka yang menonton kisah Bilbo menganggap membosankan dan sangat The Lord of The Ring versi mini. Padahal kebalik, LOTR lah yang sangat Hobbit tapi versi dewasa.

Hobbit dan LOTR diciptakan oleh penulis dan dikaryakan oleh sutradara yang sama. Apa yang kalian harapkan? Kejutan? Tidak bakal ada. Hanya nuansa yang berbeda, tapi itu sangat signifikan.

Peter Jackson, menurut saya, cukup cerdik mengemas nuansa The Hobbit sehingga lebih mudah dimengerti dan dinikmati oleh anak-anak. Sesuai dengan konsep si buku. Petualangan yang lebih ceria, dengan para karakter mininya. Penggambaran kurcacinya pun bisa dibilang sesuai dengan imajinasi pembaca. Makhluk-makhluk dan konfliknya pun belum begitu seram dan masih renyah.

Oh ya jelas, coba saja baca trilogi LOTR . Saya sendiri kesulitan berkhayal dan mencerna kata-kata JRR Tolkien yang begitu halus dan rumit untuk tingkat pelajar SMA , sewaktu dulu. Sempat tidak yakin, apa ada sutradara yang bisa membuat filmnya. Mengingat rincinya khayalan sang pengarang. Ternyata ada, Peter Jackson seperti memberi bukti bagi saya, yang penggila fiksi fantasi dari dulu, tidak ada dunia khayal yang tak bisa diwujudkan.

Jadi jelas, sewaktu membeli tiket The Hobbit. Saya tidak berharap efek yang istimewa atau apalah itu. Tapi yang saya nantikan, apakah Peter Jackson bisa merubah citra petualangan menjadi lebih ceria? Ternyata Iya, dan saya bahagia...hahahaha.

Cuma, saya tidak menyangka bahwa Peter Jackson begitu tegaaa....membagi satu buku Hobbit jadi sebuah trilogi. Lagi. It doesn't necessary. Kalo dua boleh lah ya, tapi tigaa..tigaaaaa???!!! *histeris*

Sebenarnya agak udah curiga pas liat poster film, kok judulnya The Hobbit : an unexpected Journey. Bukannya The Hobbit : There and Back Again *kalo gak salah judul bukunya*

Feeling saya, cuma feeling loh ya. Peter Jackson tetep mau show off kemampuan dirinya dalam berkarya. Puncaknya, kalau tebakan saya benar, dia bakal memberi efek habis-habisan pada saat perang 5 ras utama karakter buku tersebut. Huffff......

Semoga cepat datang 2013, dan kita tunggu aksi Peter Jackson di seri kedua The Hobbit. Yang saya harap, lebih mengeksploitasi karakter Bilbo dan Thorin dengan emosi lebih kuat. Ah, harusnya ada legolas juga nanti heheheheh
*sorry too much spoiler wkwkwkw*

Ps : Tidak ada Aragorn, Kili pun boleh lohhh dilirik di Film ini hehehe

Senin, 03 Desember 2012

BIAS!

Beberapa hari lalu, salah seorang senior meminta saya menjelaskan apa arti bias ? Apa alasan memilih bias? Dan apa saja yang rela dilakukan para penggemar untuk biasnya.
Dia minta jawaban itu secara tertulis, dan dikirim melalui surat elektronik untuk kemudian diunggah di situs berita online. Saya sudah menulisnya, mengetiknya, tapi saya lupa mengirimnya karena ketiduran....zzzzzzzzz
Esok paginya saya bangun, dan berpikir jawaban sudah dikirim. Sampai kemarin saya cek, ternyata masih tersimpan di draft. Ngek!! *maaf ya Mba Sari*

Bias, saya sendiri susah menjabarkan arti tepatnya. Sebenarnya kalau dicari padanan kata mungkin lebih ke arah artis favorit atau paling diidolai. Tapi, sebenarnya lebih jauh dari itu. Bias itu macam sosok yang digilai, sosok nyata yang kita harapkan bukan sekedar fiksi dalam hidup seorang penggemar.

Saya sendiri, sudah punya bias yang tak kunjung bergeser posisinya di hati sejak 6 tahun lalu. Bias yang sudah diketahui jutaan ummat kayaknya, Lee Dong Hae dari Super Junior. Saya gak peduli orang bilang apa soal tingkah saya yang masih seperti remaja dengan memiliki bias, selama dengan melihat Donghae aja saya sudah bisa bahagia. Titik. Harga mati.



Mengapa Donghae, mengapa bukan Sule? Mengapa Suju, mengapa bukan Soneta?
Mengapa ya...yang jelas dalam memilih bias, setiap orang merasa ada ketertarikan pada sang idola yang dirasa oleh penggemar..dalam hatinya "gue banget!". Entah karena pribadinya yang kadang dirasa mirip oleh penggemar, entah karena diam-diam sang idola masuk kriteria pria idaman dalam hidup, atau karena si Idola mengingatkan penggemarnya akan sosok tertentu yang hidup dekat mereka.

Wajah ? Jelaslah, kami tak menampik itu. Tapi seperti hal-nya kita memilih teman atau pasangan, kalau dirasa pribadinya kurang pas dengan kita, bagaimanapun kami tidak akan memilihnya sebagai bias.

Kecintaan saya terhadap Donghae saya rasa cukup beralasan, atau sudah dapat alasannya. Hehehehey. Saya tidak jatuh hati pada pandangan pertama dengan Donghae, karena pertama kali lihat Suju, saya jatuh hati pada Kibum. Kalau pakai bahasa Jawa, saya itu pada Donghae Witing Tresno Jalaran Soko Kulino *bener gak tuh?*, cinta datang karena biasa.

Memang biasa, dulu Donghae itu gak setenar Siwon, Kibum, Heechul, Leeteuk..dia ituh biasa aja. Suaranya biasa aja, terbaik kelima sih di Suju, gak sebagus Kyuhyun. Badannya biasa aja, pendek malah dan gak berotot seperti Siwon. Narinya, kedua terbaik setelah Eunhyuk. Tapi, pribadinya sangat menarik dan kocak. Semakin lama, kalau dilihat reality show dan penampilannya serta jawaban2 UFO-nya, kejanggalan dia sebagai manusia justru jadi daya pikat bagi saya.

Dia pendek, kemudian tanpa saya sadari selama ini saya ternyata memang tidak bisa menyukai pria-pria tinggi. Mungkin karena emang sayanya aja yang juga pendek, jadi agak sungkan kalau berhubungan dengan pria tinggi.

Suaranya biasa aja, tapi khas. Agak sengau gimana gitu, begitu dia nyanyi langsung ketebak itu suara dia. Begitu pula waktu dia bicara, pernah suatu waktu saya sudah tertidur pulas. Samar-samar saya dengar kawan saya tengah streaming video, dan ada suara Donghae. Saya langsung bangun, sadar 100 persen, dan nonton video bareng. Hahahaa.
Suaranya yang sengau, kayaknya cocok kalo dibuat baca quran..hehehe

Narinya terhebat kedua. Percaya deh, untuk dapat skillnya saat ini dia berlatih mati-matian. Awal audisi untuk jadi idola waktu usianya belasan tahun, dia gak bisa apa-apa. Menari dan menyanyi, kemampuannya pas-pasan. Tapi dia janji usaha dan belajar, dan dia tepati. Sekarang dia bisa ciptain lagu sendiri, lumayan produktif malah, jadi andalan dalam team dancer. Bahkan menjajal skill baru, yaitu akting. Meski baru sih, di awal malah gak bisa akting. Tapi makin kesini ada perbaikan, meski belum bisa dibilang hebat. Tapi babang sudah mencoba..aishhh.

Otot badan? sekarang siapa yang ga memuja badannya yang sangat cowok sekali itu. Semua berebut mau megang. Dari pria imut di awal debut, Donghae mengubah imagenya jadi Lelaki Sexy.



Tahap demi tahap ini yang saya perhatikan sejak dulu, melihat kerja kerasnya membuahkan hasil. Proses demi proses yang membuat saya semakin kagum dan mengokohkan posisinya sebagai bias.

Dari sisi kepribadian, sikapnya yang gampang nervous, ramah dan suka gak jelas serta kocak makin bikin saya cinta. Dia suka ngebully juga, hahahaha persis sama sayah. Pernah dia tengah malam bangunin juniornya untuk masakin dia mie instan, terus si junior mengeluh. Dia pun cuma bilang dengan polosnya, mengingatkan klo dia minta si Ryewook masak mie karena Ryeowook pernah berjanji kalau pada lapar bilang aja nanti bakal dia masakin, kapanpun itu.

Dia kocak, dan sering juga jadi bahan ketawaan. Dia tipe orang yang bersahabat, maksudnya dia memilih untuk bersahabat bukan cuma sekedar berkawan. Sahabat terbaiknya, jelas Eunhyuk. Kisah mereka berdua, yang sering disebut2 pasangan sejati agak sedikit saya samakan dengan sikap saya selama ini. Di lingkungan manapun, saya pasti pilih untuk jalin persahabatan supaya gak kesepian. Bukan tipe geng, tapi sahabat yang dunianya cuma milik berdua hahaha.

Alasan pamungkasnya sebenarnya adalah karena dia begitu mencintai ayahnya. Mimpinya untuk jadi idola itu adalah mimpi sang ayahanda yang berusaha ia wujudkan. Baktinya pada orang tua juga yang menbuat saya kagum. Entah kenapa, saya suka pria yang begitu. Mungkin kalau kalian bukan penggemar akan berpikir ah semua juga gitu sama orangtuanya, ini beda. Coba dicari soal kisah Donghae dan ayahnya yang udah tiada via gugel atau yutube. Tapi sedikit mirip, saya memang kira-kira seperti itu juga. Dimana hingga saat ini, saya masih berusaha mewujudkan mimpi ayah saya. Kan tadi saya bilang, kadang penggemar memilih idola yang punya kemiripan kisah hidup, pribadi, karakteristik pasangan idamannya.

Nah berdasar itu semua, Donghae itu full package. Dia mirip dengan tipe2 pria idaman saya, kepribadiannya rada mirip. Misal dia kerja keras supaya suaranya bagus dan enak bertahun- tahun, saya juga gitu. Saya sedang mengejar proyek 10 ribu jam karaoke untuk melatih vokal saya huahahahahhahahaa.

Jadi pandangan-pandangan subyektif saya ini membuat saya bias terhadapnya. Ya, saya tahu suatu saat saya akan menikah dan punya pasangan sendiri. Tapi, status saya sebagai penggemar tidak akan hilang. Mungkin kelak saya bakal lupa dengannya karena sibuk mengurus anak, rumah tangga atau kerjaan yang numpuk. Tapi masa-masa saya sebagai penggemar ini sudah terekam di kepala dan tersimpan di hati. Jika suatu saat di masa depan, ada yang mengoreknya. Kehangatan ingatan sebagai penggemarnya dulu pasti akan timbul lagi, mungkin saat itu saya hanya tertawa dan saling mengejek karena berulah sangat labil. Tapi saya bahagia, jadi tidak ada yang salah.

Saya pernah alami masa-masa berat dalam hidup, dimana saya tak berani mengadukannya pada siapapun kecuali pada Tuhan. Sahabat yang saya ceritakan pun seakan tak acuh akan masalah itu, jadi saya hopeless. Semua punya masalah dan saya tidak mau membebankannya.

Selain berdoa, terus bekerja, karena menghindari stress melihat situasi di rumah yang juga kelam. Saya melarikan diri ke hal tidak nyata, saya menghibur diri saya sendiri dengan menonton reality shownya dab video-video lainnya yang membuat saya terhibur, sejenak dan lupa akan masalah. Ditekan dalam bekerja, pulang kerumah juga begitu. Saya tak bilang bahwa bias saya yang membuat saya kuat, tapi kehadirannya cukup menghibur saya saat itu dikala tak ada sahabat yang bisa datang menghibur karena kesibukan masing-masing.

Saya juga gak bakal lupa, karena bias, saya bisa mendapatkan banyak kawan baru. Ini sungguh sangat tidak terukur nilainya. Kawan baru yang sudi membagi sukanya untuk melipur sedikit lara. Kawan baru ini bahkan datang dari mancanegara, kami tak mengenal tapi jadi kawan karena bias.Tak hanya kawan baru, bias saya ini juga merekatkan kembali perkawanan dan persahabatan saya dengan kawan-kawan lama sejak SMP,SMA.

Belum lagi urusan duit, karena tergila-gila,para penggemar pasti rela dan sudah menguras kocek cukup dalam untuk biasnya. Uang yang dihabiskan itu, tak mungkin begitu aja bisa dilupain kan? Jadi wajar kalo penggemar sulit melepas biasnya ..

Begitulah, mungkin tidak bisa mewakili suara hati seluruh penggemar. Tetapi cukup mewakili apa yang saya rasakan. Ada ikatan emosional disini antara penggemar dan biasnya. Segala kenangan yang terjalin dengan kawan-kawan saat mengejar bias misalnya, bisa jadi cerita di masa depan.

Tak usah suruh para penggemar berhenti impikan biasnya, jika kalian tidak bisa menghibur kawan kalian. Dunia idola-penggemar ini toh bukan dunia yang abadi, ada satu masa para penggemar ini akan terbangun dan hidup di dunia nyata. Belajar cinta sebenarnya, disakiti, menangis, tersenyum, tertawa lebih nyata. Dunia idola itu fiksi, tapi setidaknya disini..kami aman dari sakit hati.



Lalu, saya membayangkan. Sekitar sepuluh tahun lagi, ketika saya membereskan gudang dan menemukan CD super junior. Saya mengelap debunya, lalu membawanya. Rumah sepi, semua sibuk sekolah dan bekerja. Saya putar CD itu, dan saya lanjutkan aktivitas memasak sambil menggumamkan lirik-lirik gombal boyband korean itu. Tersenyum sendiri, lalu mencari kontak telepon genggam untuk mengirim sebuah pesan singkat.

"Tadi pas bersih2 nemu CD suju, gue puter aja sekarang. Hahaha jadi keinget kelakuan kita waktu nonton Sushow dulu, inget gak waktu gue lempar balon ke panggung terus balonnya ditangkep Donghae. Akkk gokil! Hehe"

Ya, pasti begitu. Lalu saya lanjut memotong kentang, menunggu balasan pesan untuk kemudian membahas masa-masa itu secara berkesinambungan. Mood pun menjadi baik, dan hari itu pasti bakal cerah suasananya.